Lebaran diundur ( sebenarnya bahasa yang lebih tepatnya apa ya, hehe ). Untuk memanfaatkan waktu yang ada, anak-anak IPA alumni SMA N 01
Bantarkawung _ atau sering disebut Cemara Lima_ 2007, merencanakan acara
reuni sebagai ajang silaturrahim. Semuanya kumpul di rumah Chichi yang
bertempat di Jipang. Rapat acara pun berlangsung seru.
Setelah
berunding memikirkan rencana acara, maka buka bersamalah yang menurut
mereka paling cocok, mengingat waktu yang kian meped bagi para perantau
untuk balik lagi melakukan aktifitasnya di tanah rantau.
“Kita butuh tempat untuk melangsungkan acara ini,bos” Kata Freedy sambil membereskan jambul rambutnya.
Sementara
Dodik dengan otak krirtisnya nampak berfikir 180 derajat. Matanya
sesekali berkerling-kerling menunjukkan dia telah menemukan ide
cemerlang.
“Aku tau, tempat yang enak. . . lesehan di
Banjarsari,di sana harganya agak miring bos menyaingi miringnya menara
Pisa di Roma” kata Dodik dengan Ekspresi yakinnya. Sesekali fikirannya
melayang membayangkan lele-lele yang berhasil ia tangkap. Dia tersenyum
senang.
Ika dan Rini hanya terbelalak mengamati tingkah
Dodik. Mereka yang memang orang Buaran_dekat Banjarsari_ hanya bisa
melongo menanggapi usul Dodik.
“Emang ada ya lesehan di Banjarsari??” Kata Ika dan Rini berbarengan.
“Ah kau, kalian ini perantau sejati, mana tau perkembangan daerah sini,” Dodik membela diri.
“Benar
gak Zan?” lanjutnya sambil melirik Fauzan yang dari tadi sibuk berhay
ria dengan Diah yang berada di sampingnya. Maklum dia kan baru datang
ketika acara sudah dimulai.
Fauzan yang kaget hanya bisa bergidik nyengir “ Entahlah” , jawabnya singkat sembari melanjutkan temu kangennya bersama Diah.
“Ah..
sudahlah, kalian ini banyak bertele-tele. Memangnya kau pernah ke sana
Dik?” Salli dengan muka seorang profesionalnya melanjutkan sesuatu yang
menurutnya bertele-tele itu.:)
“Kau ini, meragukan
pengetahuanku ya.... Aku pernah ke sana sebelumnya. Tempatnya pokoknya
asyik lah.Kita memancing sendiri di sana.”
Semuanya nampak
manggut-manggut dengan penuturan Dodik. Bahkan saking semangatnya,
anggukan Fauzan menjatuhkan kepalanya hampir mengenai lantai. Dan
ternyata ia bukan ikut manggut-manggut, tapi ia itu sedang mengantuk
berat.
“ Ya sudah, bagaimana kalo sekarang juga di antara kita ada yang survei ke sana” Usul Titi dengan gayanya yang atletis.
“Lebih baik yang ke sana itu Dodik sama Iyoz aja sekalian nganter Ika sama Arini pulang ke rumah, bagaimana?” lanjutnya lagi.
“Okelah
kalau beg..beg... beg...........” Yogi menjawab ala warteg band, tapi
sayang dia tak mau berhenti untuk terus mengucapkan beg... beg.. beg....
Akhirnya ia bersenandung ala bebek :)
*****
Siang
itu benar-benar begitu terik. Tapi teriknya mentari tidak menyurutkan
langakah mereka untuk mencari tempat lesehan demi kelancaran buka
bersama. Sesekali Fatamorgana menghampiri Mereka. Jalan–jalan beraspal
berubah menjadi padang pasir. Lalu di sisi-sisinya kaktus mengelilingi.
Ika, Arini, Dodik dan Iyoz terpaksa menelan ludah sendiri. Batal puasa
gak ya mereka itu? :)
Motor mereka sudah melintasi
persawahan Bantarkawung. Lalu lanjut menuju Pertigaan Pangebatan. Hingga
akhirnya melintasi perbukitan Cemara lima.Di sanalah sekolah mereka
bertengger dengan gagahnya. Sekolah yang pernah mewarnai hari-hari
mereka. Belajar dengan ditemani suara sapi-sapi yang lapar mencari
rumput. Atau mbek-mbek yang mengembek ingin ikut belajar berhitung.
Katanya supaya bisa ikut negosiasi jika nanti harganya disalahgunakan.:)
Kini
mereka melintasi daerah Karangwungu. Sebuah desa yang memproduksi batu
bata merah. Sepanjang perjalanan, banyak mereka temukan orang-orang
yang berada di sebuah gubuk sedang mengolah batu bata. Ada juga batu
bata yang tengah dijemur ataupun dibakar.
Mata Dodik sesekali melirik kanan kiri. Ia berusaha mengingat-ingat tempat yang ia tunjukkan. Lesehan Banjarsari.
Ika yang memang membonceng motor yang dikendarai Dodik, melihat kesibukan dari temannya itu.
“Banjarsari itu masih jauh, Dik.”
“Iya ka, tempatnya itu ada di sisi, terus ada gang, kalo gak salah langsung masuk ke sana”
Ika
yang tak tahu apa-apa, hanya mengangguk saja. Tapi ia heran juga
melihat temanya itu, belum juga masuk daerah Buaran,dia sudah tengok
sana tengok sini. Padahal kan Banjarsari itu kalo dari arah Bantarkawung
melewati Buaran dulu. Duh... jadi garuk-garuk kepala deh si Ika ini.
Motor
kini telah melewati Buaran dan sebentar lagi masuk Baanjarsari. Iyoz
yang jalan di depan dengan memboncengkan Arini berhenti sebentar.
“Belok
kan? Di mana atuh Dik, sok ah kamu aja dulu” Iyoz berhenti
mempersilahkan Dodik Jalan duluan. Tapi, Dodik yang menjadi pemandu
malah garuk-garuk kepala. Arini sama Ika lebih lagi. Bingung sendiri.
Yang mereka tahu, daerah Banjarsari itu gak ada lesehannya.
“Kunaon Dik?”
“Asanamah
lain di dieu da tempatna, ngke heula nya” Dodik malah memutar balik
motornya ke arah Karangwungu sambil sesekali matanya tengok kanan tengok
kiri. Takut tempat yang ia maksud telah terlewat.
“Itumah
sawah Dik, bukan pemancingan,” Ika nyletuk ketika Dodik agaak
melambatkan motornya di depan sawah yang siap untuk di tanam padi.
Dodikpun lalu menancapkan gasnya lagi. Iyoz yang dari tadi mengikuti Dodik, menyelip dengan motornya.
“ Gimana? Aya teu...Dik?” tanya Iyoz dari balik motornya.
Dodik yang di tanya malah minggir ke tepi lalu memberhentikan sepeda motornya.Iyozpun mengikuti.
“
Perasaan tempatnya itu ada sawah di pinggirnya, lalu di pinngir yang
lainnya ada rumah, nah dari situ masuk gang, gak jauhlah tempatnya dari
situ” Dodik menjelaskan sambil mengamati sekitar. Persis polisi yang
sedang waspada terhadap suatu keadaan.
“Ya sudah kita cari
dulu ke sana, Kali aja rumah makan sate yang ada di perempatan Legok
itu yang dimaksud” celetuk Ika menebak yang di maksud Dodik.
“Bukan sate Ika, tapi pemancingan...... kumaha sih,” Sahut Dodik membela diri.
“Orang yang di situ mah tempat sate kok” Ika tak mau kalah.
Sementara Iyoz dan Arini menguap keras-keras. “Hoammm...Lanjut gak nih..?!”
“ Lanjut dong..”
“Ya sudah , ayo... !!”
Motor mereka kini kembali ke arah Buaran. Tapi kini lebih jauh lagi bahkan melewati Banjarsari.
Kala melewati jembatan Buaran, ada sebuah Pemancingan dengan tempat makan di sananya.
“Ini bukan Dik?” Kata Iyoz sambil menoleh ke belakang.
Dodik hanya menggeleng. “bukan.. bukan..”
Motor
berjalan lebih menjauhi desa Buaran. Hingga sampailah di perempatan
Legok. Kebetulan detail yang ada sama persis dengan apa yang di
bayangkan Dodik. Sebuah Gang dengan rumah di samping Kanan. Dan sawah di
samping kiri.
“Nah, Ini nih... asli benerlah yang ini mah,” Dodik begitu yakin bahwa itu adalah tempatnya.
“Hah......
Yang bener, bukannya kalo masuk daerah sini yang ada hanya sawah di
mana-mana, Yang untuk sampai rumah-rumahpun agak jauh lagi. Apa mungkin
ada tempat makan semacam lesehan di daerah sini. Orang-orang kan
biasanya nyari di tempat yang rame. Ah... tapi aku kan lama gak berada
di sini. Barangkali semuanya sudah berubah. Bathin Ika dalam hati.
Benar
saja setelah lebih masuk ke dalam, yang ada hanya sawah-sawah belaka.
Kiri kanan hanya sawah. Jalanpun berubah jadi jalan setapak. Kadang
berkelok-kelok, Kadang naik turun, batu kerikil ada di mana-mana.
Duh..duh..duh...
Tapi Dodik tak patah semangat. Dia yakin
kalo nanti akan menemukan tempat itu. Ya, dan tak ada yang paling
istimewa dari sebuah keyakinan. Bukankah begitu.
Iyoz, Ika
dan Arini merasa semuanya sudah berjalan cukup jauh. Dan tak ada
pilihan lain lagi, Mereka pun malah semakin senang dengan perjalanan
itu. Perjalanan mencari tempat pemancingan hingga sampai di jalan
setapak. Mereka ingin tahu, bagaimana nanti akhir dari perjalanan ini.
Apakah akan ketemu?
Jalan setapak sudah cukup panjang
dilalui, namun tempat pemancingan belum juga ditemukan. Tapi beruntung,
mereka menemukan tempat pemukiman warga. Tanpa basa-basi mereka langsung
bertanya pada Bapak-bapak yang kebetulan lewat di sana”
“Ma’af Pak, numpang nanya. Di sini, tempat pemancingan di mana ya?”
“ Owh.. pemancingan ya... dari sini jalan lurus, belok kiri lalu belok kanan”
“Matur nuwun nggih pak...”
“Sami-sami..”
YES..... akhirnya ketemu juga. Dan ini yakin pasti sudah Benar. Dodik membathin dalam hati.
Motor
pun berjaln mengikuti arah yang di tunjukkan.Tapi... tunggu...tunggu...
kenapa jalannya makin ancur begini. Melewati kebun bambu. Lalu ada
sungai kecil sehinnga mereka harus menyebrangi sebuah jembatan kecil
yang terbuat dari kayu. Alamaaaaaaak.............
“Belok Kanan katanya, Dik” Ika mengingatkan
Dodik pun mengikuti petunjuk.
“ Belok kiri.. belok kiri....”
“Yapz..” Dodik bertindak sigap.
Sementara Iyoz sama Arini mengikuti dari belakang.
“Mana nih tempatnya, hanya ada kebun bambu”
Semuanya memandangi ke sekitar. Kini tatapan mereka memandang satu arah yang sama.
“Hah...... KANDANG SAPIII !!” teriak mereka berbarengan. Mana 'kotorannya' begitu banyak pula. GUBRAK!!!!
“ Dodiiiiiiiik.....!!!!” \--/!!
Jakarta, 04 Oktober 2011.
Mengingat
kegokilan di siang bolong.