Halaman

Kamis, 29 Maret 2012

Dua Zaman yang Memilukan ( Review buku: Katastrofa Cinta)




Bagaimana jadinya jika ternyata kehidupan itu saling bertautan antar zaman??. Tapi... hmmm... tunggu dulu, nampaknya pertanyaan ini adalah pertanyaan bodoh. Jelas saja, kehidupan itu saling bertautan antara kehidupan yang satu dengan kehidupan yang lainnya. Entah itu masa lalu, masa sekarang ataupun masa depan. Lalu, siapa yang bodoh??  Ya... yang membuat pertanyaan ini... siapa??.. siapa lagi... hehe J

Katastrofa Cinta adalah sebuah novel lintas zaman karya Afifah Afra. Ada dua zaman yang diceritakan dalam novel ini dengan dua tokoh utama yang berbeda. Zaman sebelum merdeka, yaitu cerita di mulai dari tahun 1936 dan zaman reformasi pada tahun 1999-an.

Diceritakan tentang dua orang wanita yang sama-sama jatuh pada sebuah pesakitan kehidupan. Betapa keadaan sekitar mulai mengoyak hidupnya.

Ketika Astuti, wanita yang dilahirkan dari lingkungan sebuah kerajaan di Solo, harus memulai masa-masa peliknya. Perang Dunia II yang mulai pecah menghancurkan segalanya. Astuti, yang waktu itu masih berumur 5 tahun, harus kehilangan keluarganya. Ayah yang disandera dan Ibu yang dijadikan budak pemuas nafsu para penjajah. Untunglah Astuti berhasil melarikan diri. Tapi, ke-lolos-annya itu bukan berarti ia lolos juga dari semuanya. Di luar sana banyak tangan-tangan jahil bin keji yang siap menerkamnya. Lolos dari tangan satu tapi tertangkap lagi oleh tangan lainnya yang menawarkan perlindungan tapi menikam di belakang. Atas dasar balas budi, Astuti pun menjadi wanita pemuas laki-laki dengan mengandalkan parasnya yang cantik. Hingga semuanya melekat pada diri Astuti. Melekat pada perangai Astuti. Hingga ia ikut masuk dengan anggota Gerwani. Perjalanan buruk Astuti pun dimulai.

Berbeda dengan tokoh aku, gadis keturunan Cina yang hari-harinya mulai terkoyak karena sebuah reformasi. Ketika mahasiswa ramai demo dimana-mana. Ketika salah satu mahasiswa tertembak mati. Ketika massa mulai beringas. Lalu penjarahan pun terjadi dimana-mana. Orang-orang keturunan Cina menjadi tumbal. Mereka diincar. Dan dari situlah semuanya dimulai. Tokoh aku yang mempunyai nama Cempaka, terkoyak kehormatannya. Keluarganya berantakan. Ayahnya gila. Ibunya bunuh diri. Dan kedua kakaknya entah kemana. Dan Cempaka pun terganggu mentalnya, hingga Ia harus dirawat di Rumah Sakit Jiwa. Tapi, suatu hari Cempaka berhasil kabur. Ia pun dipertemukan dengan nenek-nenek yang berwajah buruk. Di mana sebagian tubuhnya telah dibantu oleh kayu.

Persahabatan diantara keduanya terjalin. Sang nenek yang berusaha selalu melindunginya berhasil membantu menyembuhkan kejiwaan Cempaka.

Novel ini dibalut dengan unsur kedaerahan yang kental. Setting yang kuat. Hingga ketika penulis menceritakan perbedaan zaman pun tak terlalu membingungkan.Bahasa yang nyastra membuat buku ini semakin terasa mengigit. Alur yang menceritakan perjalanan masing-masing tokoh utama dalam menghadapi arus kehidupannya. Pun dengan endingnya yang dikemas secara apik. Ditambah lagi dengan beberapa tokoh-tokoh yang mendukung cerita ini

Dari novel ini, saya banyak belajar tentang betapa sesal selalu datang di akhir. Tapi memang keadaan yang menimpa tokoh sangatlah pelik. Terutama untuk tokoh Astuti. Betapa kejamnya dampak dari sebuah pemerintahan yang terkoyak.

Jakarta, 29 Maret 2012

2 komentar:

  1. Weiss udah kelar bacanya ya... reviewnya bagus ^^d aku juga pingin ngereview tapi nggak jadi2 he..he..

    BalasHapus
    Balasan
    1. udah mbak, satu hari kelar... ini lagi seneng nulis review :)

      Hapus