Halaman

Kamis, 29 November 2012

Lomba Resensi Sang Pemusar Gelombang


Move On Bersama Syeikh Hasan Al-Banna

Judul                          :  Sang Pemusar Gelombang                 
Penulis                       :  M. Irfan Hidayatullah                 
Penerbit                     :  Salamadani                
Tempat Terbit             :  Bandung
Tahun Terbit               :  2012
Harga                        :  Rp. 69.000,-     
ISBN                         :  978-602-84-5895-5



Fazlur Rahman membagi pembaruan dalam islam menjadi 4 periode; Revivalisme pramodernis, modernisme klasik, neorevivalisme dan neomodernisme. M. Irfan Hidayatullah, mengambil periode neorevivalisme dalam novelnya “Sang Pemusar Gelombang”. FYI, Neorevivalisme adalah gerakan yang lebih menekankan pemikiran islam secara total. Islam sebagai sistem hidup yang mengatur kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Di mana salah satu tokoh dari neorevivalisme adalah Syekh Hasan Al-banna dari Mesir.

Syeikh Hasan adalah salah satu tokoh yang mampu menunjukkan  prestasi-prestasinya di usia muda. Beliau adalah sosok pendakwah yang selalu menyampaikan pemikirannya di berbagai tempat. Salah satunya adalah berdakwah di warung-warung kopi. Beliau juga mendirikan sebuah perkumpulan yang diberi nama ‘Ikhwanul Muslimin’ yang dalam perkembangannya tidak hanya merambah Asia dan Afrika saja tapi juga hingga Andalusia, Prancis, dan sebelah Barat Laut Italia.

Kecemerlangan prestasi dari Syeikh Hasan di usia muda inilah yang kemudaian membuat Randi, salah satu tokoh dari novel ini, memilih menjadi seorang aktivis kampus, meski pada awalnya mengalami penolakan dari keluarganya yang moderat. Dan ini jugalah yang mempertemukan dia dengan tokoh Hasan. Seorang pemuda yang sedang mencari jati diri masa lalunya. Hasan adalah anak dari Kyai Rasyid, tokoh masyarakat yang menjadi korban kaum kapitalis dalam sebuah pembangunan mall di atas pekuburan masyarakat. Teka-teki yang harus Hasan kuak adalah tentang kematian ayahnya juga tentang sebuah nama yang diberikan sang ayah kepadanya. Hasan Al-Banna. Sementara Cikal adalah seorang superstar yang tengah naik daun. Di atas kepopularitasannya, Cikal merasa limbung dengan semuanya, terlebih ketika mendapat sedikit tamparan dari seorang gadis yang ia sebut sebagai Najwa. Dari 3 pemuda inilah, novel ini bercerita. Hingga menghubungkan ke-3nya pada sebuah pusaran perjuangan pada sebuah aksi solidaritas untuk Palestina.

Meski saya sempat menemukan kesalahan POV dalam novel ini, tepatnya pada halaman 234, tapi tetap membuat novel ini sangat bagus untuk dibaca. M. Irfan Hidayatullah tidak hanya bercerita fiksi, tapi juga bercerita sejarah dengan penjelasan-penjelasannya yang mudah dicerna oleh para pembacanya. Membaca novel ini seperti diajak menjelajah ke masa perjuangan Syeikh Hasan Al-Banna.

Pada akhirnya, novel Sang Pemusar Gelombang ini sangat cocok sekali dibaca terutama untuk para aktivis kampus juga untuk para pemuda yang tengah dilanda kegalauan mencari sebuah arti diri.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar