Halaman

Selasa, 11 Oktober 2011

Resensi : Berapa Harga Cintamu??





Judul             : Berapa Harga Cintamu?

Penulis          : Cepi Komara

Penerbit         : Krebelia

Tahun Terbit : 2005




Ketika puisi berbicara,maka sebuah kata akan menjadi sebuah cerita indah nan mencengangkan. Kadang, puisi pun menjadi sebuah perenungan tersendiri hingga kita mampu menemukan sebuah arti yang tersembunyi.

Berapa Harga Cintamu adalah sebuah buku yang berisi 45 buah puisi yang kesemuanya hasil karya Cepi Komara. Puisi-puisi ini dibuat penulis semenjak pertama kali ia menulis, baik yang pernah dipublikasikan di majalah dinding sekolah, media-media cetak maupun yang belum dipublikasikan di media manapun. Termasuk yang dibuat saat proses revisi buku ini.

Menariknya, dari setiap puisi ternyata ada kisah tersendiri yang melatarbelakangi lahirnya puisi-puisi tersebut. Dari mulai masalah cinta sampai masalah-masalah lainnya.

Bahasanya ringan, mudah dipahami. Dalam pemilihan kata pun, penulis sangat kreatif. Kadang menciptakan istilah baru yang belum pernah ada. Seperti puisi dengan judul Anaphiliani. Di mana Anaphiliani berarti Aku Cinta Kamu (hmm.. dari mana ya penulis mendapatkan arti seperti ini, tengok aja bukunya J ). Beberapa puisi bahkan ada  yang benar-benar menyentuh. Seperti salah satu puisi berikut;




Orang Asing

Aku berjalan di gelapnya jiwa
Tiba-tiba terdengar suara-suara menegur;

Bumi membentak: “ Jangan injak aku!”
Langit melotot:” Jangan menatapku!”
Pohom mengusir:” Jangan berteduh di sini”
Bulan menampik:” Aku bukan temanmu!”
Bintang memaki:” Bodoh, aku tak bisa memberi apa-apa!”
Hujan mengejek:” Dasar cengeng! Begitu saja menangis”
Matahari berseru:” Sudah, tetaplah di kegelapan!”

Akhirnya aku pulang ke rumah
Menemui orang tua dan saudara-saudaraku
Mereka menyambutku seperti tamu
Lalu bertanya,”Berapa lama mau menginap??”

Aku merasa mau mati saja
Tapi kuburan malah marah,
“Heh pesimis gila, ini belum saatnya!”

Hanya satu rumah yang mau menerimaku
Bahkan untuk siapapun
Pintu-Nya selalu terbuka
Lalu aku bertanya pada sesama pengunjung

“Kemana tuan rumahnya?”
Dia menjawab sambil tersenyum
“Dia tidak kemana-mana, tapi ada di mana-mana.
Ia sangat mengenali kita walaupun kita tak mengenal-Nya.”

Aku bertanya lagi,” Apa rumah ini bisa jadi rumahku?”
Ia menjawab,”Asal hatimu jadi rumah-Nya...”

2003


Terlepas dari masalah EYD , seperti dalam penulisan setiap judul puisi yang tidak diawali dengan huruf kapital, buku ini sangatlah keren. Memberikan gambaran kepada kita bahwa ‘inilah hidup’ dengan segala intrik ceritanya. Dan mari berkarya lewat kata-kata.                                                                                                                                                                       

Tidak ada komentar:

Posting Komentar