Halaman

Sabtu, 03 Maret 2012

Untukmu


Kita satu dalam rona merah darah. Kau yang berusaha selalu membuatku merasa terlindungi. Kau yang selalu berusaha melakukan yang terbaik untuk kami. Kau... Kau... kau yang penuh ambisi.

Ingatku tentangmu, tentang marahmu pada teman-temanku kala aku yang waktu itu masih berumur 5 tahun, pergi bermain dengan teman sebayaku. Ke tempat kakek, itulah tujuan kami. Nekad mungkin. Tapi itulah kami, para petualang cilik yang ingin mencoba bermain ke tempat jauh. Tak jauh sebenarnya, hanya tetangga desa. Ya, dengan semangatnya kami menyusuri areal persawahan, parit-parit hingga ke tepi jalan besar. Ah, tapi tiba-tiba kau datang. Memarahi kami yang masih kecil-kecil. Memarahi teman-temanku yang katanya mengajakku main jauh-jauh. Padahal kau tahu? Sebenarnya, akulah yang mengajak mereka.

Ingatku tentangmu, tentang aku yang waktu itu sakit panas yang teramat sangat. Kau dengan sibuknya mengompresku. Berkali-kali menggantinya jika kain kompres tlah cukup menyerap panas badanku. Aku masih ingat itu.

Ingatku tentangmu, tentang kita yang hanya ditinggal berdua di rumah. Mereka; ayah , ibu, kakak, dan adik semuanya pergi merantau. Kaulah yang berusaha memasak sarapan untukku. Meski aku hampir bosan dengan menu yang kau hidangkan setiap pagi. Tahu kecap lagi, tahu kecap lagi. Ya, karena hanya itulah satu-satunya menu yang bisa kau masak.

Ingatku tentangmu, tentang kau yang berusaha untuk menanak nasi untuk sarapan  kita, kau terburu telat berangkat ke sekolah. Nasi telah matang. Dan saat mengangkatnya, satu sisi bagian nasi terlepas dari tanganmu. Jatuh semualah nasi itu. Dan hampir semuanya kotor.

Ingatku tentangmu, tentang aku yang waktu itu membonceng motormu. Hingga tanpa disengaja motor itu hampir terjatuh. Kakiku waktu itu terkena motor lain. Meski tak parah, aku merasa sakit. Kemudian aku menceritakannya padamu. Dan yang pertama kali kau lontarkan adalah, “ ma’af dek, sakit ya... ma’af kakak kurang hati-hati”

Ingatku tentangmu, tentang aku yang saat itu memberanikan diri pergi ke sebuah tempat di jakarta ini. Khawatirmu lagi-lagi menyeruak. Sepanjang perjalanan, sms mu tiada henti, teleponmu berkali-kali berdering. Awas tasmu, duduk dengan wanita lagi saja, duduk persis di belakang supir, sudah sampai mana?? Helloo... aku sudah dewasa.

Kak, terimakasih untuk semuanya. Terimakasih... terimakasih... terimakasih. Semoga Allah senantiasa melindungimu dan keluargamu selalu.

Jakarta, 03 Maret 2012
Untuk My Beloved Brother : Irwan Lubis

Tidak ada komentar:

Posting Komentar